Oleh Sukardi Rinakit
Kompas, 4 Desember 2007
Catatan: Tulisan ini adalah tanggapan atas tulisan Mohamad Sobary (Kompas, 2/12/2007) dan tulisan saya (Sonny Mumbunan, Kompas, 21/11/2007).
Bacalah koran, lihatlah televisi, dan dengarkanlah radio. Dengan mudah kita akan berkesimpulan bahwa banyak orang, termasuk para elite Republik ini, hanya menonjolkan kepentingan diri sendiri dan kelompok. Mereka terampil memaksakan kehendak, saling tuduh, mempermainkan hukum, dan tega mengorbankan anak sebangsa yang dililit kemiskinan dan pengangguran.
Itulah yang meresahkan kaum muda. Keprihatinan yang sama atas kedaulatan bangsa yang rapuh, kesedihan yang sama atas menipisnya kebanggaan sebagai bangsa, membuat kaum muda ini sering bertemu. Alam bawah sadar mereka dicekam rasa malu kepada ketiga bung besar: Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir. Di dalam mimpi mereka dihantui pesan ketiga bung itu, "Kami wariskan sebuah Republik, kalau kamu bisa menjaganya!"
Kang Sobary
Jadi keprihatinan pada nasib anak-anak sebangsa itulah yang membuat kami berkumpul, Kang Sobary. Bukan untuk tujuan sempit menuntut hak, apalagi merengek-rengek meminta giliran memimpin (Kompas, 2/12/2007). "Ikrar Kaum Muda Indonesia" yang dikumandangkan 28 Oktober lalu itu ingin mengingatkan kita semua agar taat asas dalam membangun negeri ini.
Negeri ini berdiri dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.
Harus jujur diakui, selama ini para pemimpin masih kurang taat asas pada pencapaian tujuan nasional tersebut. Oleh sebab itu, kaum muda merasa terpanggil untuk mengembuskan angin sejarah biar air laut bergolak dan bumi bergetar. Biar semua komponen bangsa, terutama para pemimpinnya, terbangun dan bekerja mati-matian untuk bangsanya. Itulah wiridan kami.
Di depan mata, India akan segera menguasai produk software dunia, China akan segera merajai produk hardware dunia. Kita bisa nowhere jika para pemimpinnya hanya mengeluh (kurang tidur atau "cuci piring" yang ditinggalkan pesta kekuasaan sebelumnya, misalnya) dan menikmati kebun mawar kekuasaan. Seperti di India dan China, kaum muda mendominasi ranah ekonomi dan politik serta menjadi motor penggerak utama kemajuan. Indonesia dituntut melakukan hal yang sama jika ingin mengejar ketertinggalan.
Pergerakan Kaum Muda Indonesia ingin membangun optimisme dan mimpi bersama. Ia mewadahi siapa pun. Ada rektor, pengusaha, tokoh-tokoh LSM, peneliti, tokoh buruh, nelayan, petani, seniman, dan lain-lain. Pluralisme menjadi kesadaran bersama. Mimpi kami satu: ingin seluruh rakyat Indonesia bisa mesem (tersenyum) karena cukup pangan-sandang-papan dan biaya sekolah serta kesehatan terjangkau.
Kang Sobary, Pergerakan itu memang masih embrio. Ini bukan anak-anak muda, ini Pergerakan Kaum Muda. Jadi siapa pun yang tulus dan peduli pada perwujudan tujuan nasional, berapa pun usianya, dia adalah kaum muda. Sosok seperti Kang Sobary otomatis menjadi "bagian" dari pergerakan ini karena kepedulian Anda pada tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance). Pergerakan ini tidak diam, Ia ibarat api dalam sekam. Secara mandiri para aktivisnya sedang bergerak ke daerah-daerah sekarang ini.
Bung Sonny Mumbunan
Selain Kang Sobary, sosok yang secara otomatis menjadi bagian dari Pergerakan Kaum Muda Indonesia adalah Bung Sonny Mumbunan. Dari Helmholtz Gemeinschaft (Jerman), dia mempertanyakan apa konsep kaum muda untuk membangun Indonesia. Selain itu, juga memperingatkan bahwa kereta baru milik kaum muda, yaitu ekonomi pasar sosial (epasos), bisa jadi bakal mogok karena bahan bakarnya keliru pada aras konsep (Kompas, 21/11/2007).
Bung Sonny memperingatkan bahwa epasos bukanlah sekadar mencangkok yang baik dari kapitalisme, seperti efisiensi pasar dengan apa yang baik dari sosialisme seperti akses dan kendali semua orang atas sumber daya. Tentu peringatan demikian sangat berguna bagi penyusunan paradigma pembangunan untuk revitalisasi Indonesia.
Secara filosofis, apa yang saya bayangkan dari epasos model Indonesia adalah menempatkan keluarga sebagai unsur dominan dalam paradigma pembangunan berdampingan dengan negara. Negara-negara kesejahteraan Eropa selama ini menempatkan keluarga dalam kotak marjinal bersama dengan pasar. Adapun negara mempunyai peran dominan. Sebaliknya, negara-negara penganut neoliberal, seperti Amerika Serikat, menempatkan pasar dalam kotak dominan. Sementara itu, peran negara dan keluarga adalah marjinal.
Pada kedua sistem itu, keluarga dianggap marjinal. Inti kekuatan hanya ditempati negara atau pasar. Fenomena ini kemungkinan dipengaruhi oleh cara pandang Aristotelian yang berpendapat bahwa politik berhenti ketika sampai pada tingkat keluarga. Padahal dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia, peran keluarga sangat besar. Bukan "keluarga" dalam arti sempit, yang memperkaya anak-cucu atau bagi-bagi jabatan untuk sanak saudara. Sistem kekerabatan seperti model ninik-mamak dan kebijakan tradisional mangan ora mangan asal ngumpul (makan tidak makan asal kumpul) adalah katup pengaman sekaligus energi dasar bagi pemberdayaan bangsa.
Dengan istilah lain, paradigma pembangunan Indonesia menitikberatkan pada pembangunan sistem dengan basis utamanya adalah negara dan keluarga. Tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pun adalah pembangunan sistem, bukan individu-individu. Dari dasar filosofi ini, diturunkan program aksi yang taat asas, yaitu baik struktur maupun isinya sesuai dengan tujuan nasional tersebut.
Dengan demikian, paradigma pembangunan Indonesia yang dipikirkan kaum muda bukanlah sekadar cangkokan. Bahkan inti pemikirannya telah diletakkan oleh para bapak bangsa jauh hari sebelum Alfred Mueller-Armack (1956) meletakkan teori epasos. Saat ini, Pergerakan Kaum Muda sedang menggarap konsep, paradigma pembangunan, manifesto, dan program aksi kebijakan. Pasti ada calon pemimpin yang komitmen menjalankan manifesto tersebut.
Semoga seluruh rakyat Indonesia suatu hari nanti bisa mesem dan kaum muda tidak dihantui mimpi ketemu ketiga bung besar yang selalu berkata, "Kami wariskan sebuah Republik, kalau kamu bisa menjaganya!"
Sukardi Rinakit Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate
Tidak ada komentar:
Posting Komentar