15 Januari, 2008

Cerita karung

S Mumbunan

Ekornya pasti berputar-putar, kapan saja ketemu Mince. Bleki, pemilik ekor itu, adalah anjing yang tak bisa diam. Tetapi, tak tampak ekor yang berputar dua hari terakhir ini.

“Ma, nya lia pa Bleki?“, tanya Mince pada ibunya yang sedang menumis kangkung.1

“So pi tanya pa Om Kale? Kage stou da pi pa dorang”.2

Mince tahu, Bleki tak bakal melakukan itu. Kemungkinannya kecil, kalau bukan nol. Om Kale, tetangga mereka itu, memang kerap dikunjungi Bleki, meskipun tidak sampai lama. Tak pernah lewat petang. Tak pernah sampai siutan Mince berbunyi tiga kali.

Bleki merupakan anjing hadiah. Ia diberikan paman Mince di Sonder, sebuah tempat di dataran tinggi Minahasa, yang dirimbuni pohon cengkih.

Anjing ini buah keringat lelah. Imbal kerja Mince memetik cengkih. Dua karung penuh berhasil Mince petik menggunakan tangga, dirajam terik matahari. Saat pindah tangan, anjing hitam pekat itu belum berumur satu bulan.

“Na urus bae-bae pa dia, neh”, titip pamannya. 3

“Rajing ja se mandi, supaya nyanda bakutu”. 4

Bleki serupa cermin Mince. Ketika perempuan ini kena demam berdarah dan mesti dibawa ke Puskesmas, Bleki murung. Saat Mince girang selesai menjuarai lomba menyanyi antar gereja setempat, Bleki ikut gembira. Di depan gereja, Bleki tak henti menghidung-hidung betis Mince, sampai-sampai tungkai kaki Mince yang jenjang dan temaram, seperti ketela yang baru dikupas, terlihat dibalik rok.

Di mana Mince ada, disitu ditemukan Bleki. Mereka menempel terus laiknya permen karet. Di pasar. Di sungai. Di gereja. Di mana-mana.

Bila malam tiba, Bleki mengerutkan badannya di bawah tempat tidur Mince, di atas tumpukan karung kosong bekas beras ransum. Ibunya Mince menerima sekarung beras dari SD Inpres tempat ia mengajar, setiap kali akhir bulan tiba. Bleki baru bersedia menuju kolong, sesudah Mince menggaruk-garuk manja lehernya.

Tadi malam, tak terdengar sesungutan Bleki dari kolong tempat tidur.

***

Malam sebentar lagi datang mengakhiri hari. Kendaraan umum paling akhir baru saja meninggalkan terminal kecamatan. Suara ojek sesekali terdengar memecah sunyi. Tak seberapa jauh dari terminal, sekelompok anak muda tampak duduk melingkar.

”Kiapa dang kong pe lanut bagini?”, tanya salah satu di antara mereka. 5

Mulutnya monyong dengan salah satu tangan menarik-narik daging di antara jepitan gigi-giginya.

“Pe mai deng ngana, badiang jo!,“ timpal kawan di sampingnya. 6

“Cuma tau makang lei, banya mulu”, tambah seorang yang lain, dari seberang meja. 7

“Da suru pi ambe rica deng pongpong tadi, na cuma pi tidor di dego-dego“, ketusnya, dengan suara meninggi. 8

Yang lain tertawa. Terkekeh-kekeh, hampir-hampir nyaris tersedak.

“Eh kapista, leng kali, ngana tu pegang karong. Nanti kita tu toki di kapala”. 9

Malam telah menjadi genap. Angin satu dua kali membawa sayup-sayup suara mereka sampai terminal. ***


Januari 2008.


Catatan kaki

[1] Mama, tidak lihat si Bleki?

[2] Sudah menanyakannya pada Om Kale? Barangkali [Bleki] pergi ke sana.

[3] Kau urus dia baik-baik, ya.

[4] Rajin dimandikan, supaya tak banyak kutu.

[5] Kok, [dagingnya] kenyal begini?

[6] Sialan kau, tutup mulutmu!

[7] Cuma tahu makan saja, banyak omong.

[8] Tadi, disuruh mengambil cabe pedas dan daun kemangi (basilikum), kau cuma pergi tidur di meja jualan (SM: dego-dego = meja yang lazim digunakan di pasar umum, terbuat dari bambu atau kayu).

[9] Eh bangsat, lain kali, kau yang pegang karungnya. Nanti aku bagian memukul kepala [anjing].


Foto Minahasa



Danau Tondano dan kolam terapung (Foto: S Mumbunan)


Petani Minahasa (Foto: S Mumbunan)





Gunung Klabat, tampak di kejauhan (Foto: S Mumbunan)





Bibit pohon cengkih (Foto: S Mumbunan)




9 komentar:

Anonim mengatakan...

I had a "Bleki" once. He died not so long after he bit me. >.<

This tragic end u chose remind me of my Bleki I felt like crying. T___T
Should we blame "cap tikus"?

Anymatters mengatakan...

hi hi hi... lucu banget sih critanya. dasar binyo ga jauh dr bleki ;)

Anonim mengatakan...

Kucing, schade und tut mir sehr grosses Leid. Put a blame on "Cap Tikus"? Mmh... It is another class of discussion - a damn complex thing.

Anymatters makaseh so bermaeng kamari. Cerita ini selingan, dari yang serius-serius di Diskusi Ekonomi hehehe...

Sukses dan sehat selalu di tanah rantau, neh.

Anymatters mengatakan...

thank you. sukses juga di jerman sana. suka dikirim cakalang, saus rica n sambal roa ga dr rumah?

btw, ade saya jg lagi di eropa ambil doctorate di universite de marne la vallee, paris - dpt scholarship dr pemkab minahasa via unima.

Anonim mengatakan...

Anymatters, secara khusus sih ngga pernah minta dikirim. Tapi, boleh juga tuh dicoba. Minimal ikan roa kering :-)

Sukses buat adiknya yang lagi studi lanjut.

Anonim mengatakan...

Nanti satu waktu datanglah pakita pekobong pece kong sama-sama user burung ringkeng, sambil minum kopi atau bir dikita pesabuah.Tempatnya tepat dijantung kota Frankfurt. Kita pesabuah ada kamar cukup untuk nginap. Selamat belajar.

Anymatters mengatakan...

anonymous, jangan lupa winongos-nya disiapken. salam winongos ;-)

Anonim mengatakan...

Anonymous, makaseh tawarannya. Nanti, kalo ke Frankfurt, Sonny singgah pa tuang pe sabuah. Torang diskusi, cerita-cerita, sambil sama-sama user burung :-)

Alamat di Frankfurt bisa dikirim ke:
sonny_mumbunan@yahoo.com

Makaseh banya.

Anymatters, hehehehe...

Anonim mengatakan...

so traurig bin ich :(( hatte als kind auch ein hund und er war irgendwie verscwunden :'( this story reminds me of mine












Menangkap ikan di Danau Tondano, Sulawesi Utara (Foto: S Mumbunan).

Baca juga

Salah kaprah "Ekonomi pasar sosial"?

Elite muda Jakarta bikin ikrar. Mereka mengibarkan ekonomi pasar sosial dan sosial-demokrasi. Adakah yang keliru dengan konsep kaum muda itu?

Membongkar korupsi di utara Minahasa

Bupati Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, menuntut warganya sendiri milyaran Rupiah. Mengapa anak-anak muda setempat melawan Bupatinya? Apa kaitannya dengan Kutai Kartanegara, di Kalimantan Timur?


Posting terbaru

.

Komentar