29 Februari, 2008

Goderich, kota kecil itu

Hari-hari ini saya mendengar lagu-lagu Tegan and Sara. Saya sampai pada kembar dari Kanada ini secara tak sengaja, ketika membuka-buka Der Spiegel. Dua minggu lalu, majalah mingguan Jerman ini membahas kedua penyanyi tersebut.

“Liriknya jujur,“ tulis Der Spiegel.

Saya lalu ingat dua perempuan muda lain: Jessi dan Melisa. Mereka juga suka musik dengan aliran sejenis. Tahun 1997, atas beasiswa pemerintah Kanada saya ikut pertukaran internasional. Saya tinggal di rumah mereka. Di kota Goderich.

Goderich adalah kota kecil. Sebuah town di propinsi Ontario, Kanada. Terletak sekitar 200 km sebelah barat Toronto. Goderich berada disamping danau Huron. Ini danau yang sangat luas, melingkari Michigan, tersambung sampai Chicago di Amerika Serikat. Ada industri garam di kota kecil ini.

Saya punya beberapa penggal pengalaman berkesan di Goderich. Di sana, kali pertama saya memegang salju. Bagi manusia dari daerah tropis, bertemu salju tetaplah hal luar biasa. Di sana pula, saya menabrakkan traktor pada sebuah mobil yang parkir di halaman rumah. Semoga ini adalah yang pertama sekaligus terakhir.

Kemudian nikmatnya pancake yang diluluri sirup mepel. Makanan ini saya kenal pertama kali di sini. 80 persen produksi sirup mepel dunia berasal dari Kanada. Sirup ini awalnya diolah warga Indian, sebelum pendatang Eropa mengolahnya lebih lanjut.

Pohon mepel memang banyak tumbuh di Kanada. Barangkali ini alasan, mengapa di bendera Kanada ada daun mepel. Maple leaf.

Pertama kali artikel saya dimuat koran umum, juga di kota ini. Koran lokal Goderich Signal Star memuat tulisan saya tentang Indonesia.

Goderich pula yang mencelik mata saya tentang hak sipil dan partisipasi publik. Ketika itu, Propinsi Ontario diguncang demonstrasi guru menolak rencana undang-undang (Bill 160) yang, antara lain, berisi pengurangan subsidi pendidikan.

Dalam sejarah Amerika Utara, ini adalah pemogokan guru terbesar. Lebih besar dibanding yang terjadi tahun 1975 di New York.

Pemogokan guru berlangsung satu bulan. Kebetulan, salah satu orang tua angkat saya adalah guru. Sungguh menarik, bagaimana para guru yang mogok membuat kelas paralel bagi murid-muridnya.

Siang hari, guru-guru itu membuka rumah mereka menjadi sekolah alternatif. Hanya mata pelajaran utama yang diajarkan. Pada malam hari, para guru datang ke gereja atau ke balai-balai pertemuan umum. Bergabung bersama warga.

Di sana orang berdiskusi dan berdebat. Ramai sekali. Ada deliberasi, ada orasi, ada agitasi. Ada macam-macam. Kadang-kadang juga ada penganan enak. Kecintaan saya pada cokelat hangat, hot chocolate, bermula dari sini.

Suatu waktu, seorang sahabat saya dari Toronto meminta bapaknya untuk membawa mobil ke tempat kami tinggal di Goderich. Jantung saya hampir lepas, ketika dia memacu mobil itu balik ke Toronto. Ia putar lagu-lagu Oasis, band Inggris itu, keras-keras.

Dia mengajak saya pula ke jantung kota, ke gedung parlemen. Di Queen’s park, halaman gedung itu, tupai-tupai kerap berkeliaran. Sayang, tak seekorpun tupai kami temukan. Mereka bersembunyi di lobang-lobang pohon. Hari itu, halaman parlemen dipenuhi pengunjuk rasa yang menolak rancangan undang-undang bidang pendidikan.

Mendengar lagu-lagu Tegan and Sara, saya jadi rindu dengan keluarga di Goderich. Semoga mereka sehat dan baik-baik saja.

***

1 komentar:

Anonim mengatakan...

hi...........its me, priscil, masi ingat kawanmu? btw gmna in jerman. sonbun ini email ku shine_ible@yahoo.com.












Menangkap ikan di Danau Tondano, Sulawesi Utara (Foto: S Mumbunan).

Baca juga

Salah kaprah "Ekonomi pasar sosial"?

Elite muda Jakarta bikin ikrar. Mereka mengibarkan ekonomi pasar sosial dan sosial-demokrasi. Adakah yang keliru dengan konsep kaum muda itu?

Membongkar korupsi di utara Minahasa

Bupati Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, menuntut warganya sendiri milyaran Rupiah. Mengapa anak-anak muda setempat melawan Bupatinya? Apa kaitannya dengan Kutai Kartanegara, di Kalimantan Timur?


Posting terbaru

.

Komentar