Kemampuan keuangan daerah memang tak dapat lepas dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, PAD menjadi satu-satunya pendapatan yang diandalkan oleh daerah.
Dengan demikian, sumber PAD yang ada harus dikelola secara maksimal dan profesional. Sebab, ini menyangkut kelangsungan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan daerah. Namun sayangnya sumber-sumber penghasil PAD yang ada di Pemkab Minut dewasa ini, contohnya seperti Pasar Airmadidi, justru banyak mengalami kebocoran.
Sehingga tidak mengherankan jika dalam satu tahun, tepatnya laporan tahun 2006, tarikan retribusi pasar hanya mampu menyetor sekitar Rp 70,1 juta. Padahal idealnya, jika retribusi pasar ini dikelola dengan baik mampu menghasilkan sekitar Rp 600-800 juta per tahun. Bahkan dapat berpotensi mencapai Rp 1 miliar.
Data tersebut merupakan hasil riset yang dapat dipertanggungjawabkan. Di mana didasarkan pada kriteria, Pasar Airmadidi merupakan pasar kelas satu yang tentu saja mampu menghasilkan PAD antara Rp 600-800 juta, ujar ekonom asal Minut, Sonny Mumbunan, yang saat ini merupakan kandidat doktor di Universitas Leipzig, Jerman, kepada wartawan, Selasa (06/03) kemarin.
Lebih lanjut, Mumbunan menerangkan, bahwa penyebab kebocoran tarikan retribusi tersebut disebabkan oleh sejumlah hal, antara lain, rendahnya tingkat pengumpulan retribusi baik dari sisi pedagang maupun petugas pasar yang sama-sama tidak melakukan kewajibannya. Bahkan tidak membayar retribusi sesuai ketentuan yang ada.
Sementara itu, dari sisi otoritas pemungut retribusi atau dinas pasar di Pasar Airmadidi, diduga bahwa penyebabnya adalah penerimaan yang sudah diatur sesuai perda tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Demikian juga dengan rendahnya upaya pemungutan retribusi. Hal-hal seperti ini semestinya akan dapat dihindari jika ada pengelolaan yang profesional, tukasnya kembali.
Di sisi lain, Mumbunan juga mengingatkan bahwa semua masalah tersebut dapat diatasi apabila tingkat pengumpulan retribusi pedagang di Pasar Airmadidi yang jauh dari tingkat potensialnya, dilakukan perbaikan.
Yakni dengan solusi pembuatan kebijakan yang meliputi struktur insentif yang mendorong atau memfasilitasi usaha maksimalisasi pemungutan retribusi hingga mendekati nilai potensialnya. Dan tentu saja satu hal yang harus dilakukan adalah evaluasi retribusi tambahnya.(eda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar