Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

19 Desember, 2007

Korupsi Kukar, korupsi Minut

Harian Komentar (Manado), "Mumbunan: Kasus Kutai Kartanegara-Minut miliki kesamaan", 23 Maret 2007.


Dugaan korupsi Bupati Kutai Kertanegara (Kukar) HR Syaukani yang belakangan juga turut menyeret Bupati Minahasa Utara (Minut) Vonnie Panambunan sebagai saksi mendapat perhatian serius masyarakat.

Kandidat doktor ilmu ekonomi Universitas Leipzig, Sonny Mumbunan, yang juga warga Minut menyatakan dari telaahnya ada kesamaan antara kasus korupsi Syaukani dengan beberapa dugaan penyimpangan pemanfaatan dana publik di Minut.


Modus korupsi dengan memobilisasi sumber daya masyarakat secara sepihak dan relatif tertutup melalui atau dengan mendagangkan aset pribadi pada negara untuk memburu keuntungan melalui penggelembungan nilai pengadaan barang sebagaimana di Kutai Kertanegara pantas diduga terjadi di Minut, ujar Mumbunan.


Secara khusus, Mumbunan menunjuk kasus rumah sakit di mana diduga terjadi penggelembungan nilai beli tanah jauh di atas kewajaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Serta, pembelian itu dilakukan tanpa kajian memadai, termasuk rencana relokasi SMP Negeri 1 Airmadidi, salah satu situs pendidikan bersejarah.

Bila kondisinya demikian, jelas berpotensi merugikan negara dan menghilangkan kesempatan masyarakat memperoleh sarana dan layanan lebih optimal dari jumlah satuan sumber daya yang sama, papar Mumbunan.


Sementara ditanggapi aktivis Center for Alternative Policy (CAP) Pitres Sombowadile, ada baiknya KPK membuka slot penyelidikan baru atas pola dugaan penyelewengan sumber daya publik di Minut. Apalagi, ucapnya, kasus RS Airmadidi pernah dalam penyelidikan kejaksaan.


Sangat tepat bila KPK mengambil alih kasus itu, karena hubungan modus dengan kasus Kutai Kertanegara dan Bupati Minut juga salah satu figur yang turut diperiksa dalam kasus Syaukani, kata mantan Direktur Eksekutif Yayasan Suara Nurani, Tomohon ini.


Dirinya juga mempertanyakan Polres Minut yang menjadikan Mumbunan sebagai tersangka pencemaran nama baik dan penghinaan pejabat negara.


Upaya polisi bisa ditafsir mengkriminalisasi partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi, yang jelas-jelas dijamin UU Nomor 31 Tahun 1999, UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, katanya. (von)

Bupati Minahasa Utara gugat warga sendiri

Harian Komentar (Manado), "Bupati Minut gugat lima warganya milyaran rupiah", 3 Mei 2007.


Bupati Minahasa Utara (Minut), Vonnie Anneke Panambunan secara resmi melayangkan gugatan kepada lima warganya masing-masing Sonny Mumbunan, Noris Tirajoh, Christian Kawatu, Stenly Kandou, Toar, dan turut tergugat Peggy Mekel melalui PN Manado.

Gugatan yang dilayangkan Panambunan tersebut dengan nomor perkara 79/Pdt. G/2007 disampaikan melalui penasehat hukumnya Hari Purwadi SH dan Ali Antonius SH.

Dalam gugatannya tersebut, Panambunan dinyatakan tersinggung dengan kegiatan diskusi yang digelar tergugat yang difasilitasi Komite Rakyat Minut pada awal Maret 2007 lalu. Di mana dalam kegiatan tersebut para tergugat mengangkat tema ‘Merampok Minut? Korupsi Sumber Daya Publik dan Pemerintahan Vonnie Panambunan’.

Mereka dinilai telah melakukan pencemaran nama baik sehingga melanggar Pasal 1365 dan 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP).

Mereka juga dalam kegiatan tersebut menyinggung bahwa Panambunan terlibat dalam dugaan korupsi Bupati Kutai Kertanegara, H Syaukani yang kini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu pengalihan aset pribadinya menjadi aset Pemerintah Kabupaten Minut juga dikatakan dengan membuat transaksi yang telah membebani rakyat.

Dalam gugatan tersebut, karena merasa tercemar nama baiknya, Panambunan memintakan ganti rugi Rp 3 miliar kepada tergugat I dan II sementara tergugat III sampai V dimintakan Rp 1 miliar.

Selain itu, jika putusan diterima mereka juga diminta membayar Rp 100 ribu per hari sampai ganti rugi dibayarkan. Persidangan perkara tersebut pekan ini se-benarnya sudah memasuki agenda jawaban tergugat yang diwakili penasehat hukum Maharani SH. Namun pihak tergugat belum bisa menghadirkan jawabannya sehingga sidang ditunda pekan mendatang. (gra)

***


Baca juga berita terkait ...

Korupsi Kukar, Korupsi Minut [ klik sini ]

PAD bocor di Pasar Airmadidi, Minahasa [ klik sini ]


***

PAD bocor di Pasar Airmadidi, Minahasa

Harian Komentar (Manado), "Hindari kebocoran retribusi pasar, dibutuhkan profesionalitas", 7 Maret 2007.

Catatan: Airmadidi adalah ibukota kabupaten Minahasa Utara, di Sulawesi Utara.


Kemampuan keuangan daerah memang tak dapat lepas dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, PAD menjadi satu-satunya pendapatan yang diandalkan oleh daerah.


Dengan demikian, sumber PAD yang ada harus dikelola secara maksimal dan profesional. Sebab, ini menyangkut kelangsungan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan daerah. Namun sayangnya sumber-sumber penghasil PAD yang ada di Pemkab Minut dewasa ini, contohnya seperti Pasar Airmadidi, justru banyak mengalami kebocoran.

Sehingga tidak mengherankan jika dalam satu tahun, tepatnya laporan tahun 2006, tarikan retribusi pasar hanya mampu menyetor sekitar Rp 70,1 juta. Padahal idealnya, jika retribusi pasar ini dikelola dengan baik mampu menghasilkan sekitar Rp 600-800 juta per tahun. Bahkan dapat berpotensi mencapai Rp 1 miliar.


Data tersebut merupakan hasil riset yang dapat dipertanggungjawabkan. Di mana didasarkan pada kriteria, Pasar Airmadidi merupakan pasar kelas satu yang tentu saja mampu menghasilkan PAD antara Rp 600-800 juta, ujar ekonom asal Minut, Sonny Mumbunan, yang saat ini merupakan kandidat doktor di Universitas Leipzig, Jerman, kepada wartawan, Selasa (06/03) kemarin.


Lebih lanjut, Mumbunan menerangkan, bahwa penyebab kebocoran tarikan retribusi tersebut disebabkan oleh sejumlah hal, antara lain, rendahnya tingkat pengumpulan retribusi baik dari sisi pedagang maupun petugas pasar yang sama-sama tidak melakukan kewajibannya. Bahkan tidak membayar retribusi sesuai ketentuan yang ada.

Sementara itu, dari sisi otoritas pemungut retribusi atau dinas pasar di Pasar Airmadidi, diduga bahwa penyebabnya adalah penerimaan yang sudah diatur sesuai perda tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Demikian juga dengan rendahnya upaya pemungutan retribusi. Hal-hal seperti ini semestinya akan dapat dihindari jika ada pengelolaan yang profesional, tukasnya kembali.


Di sisi lain, Mumbunan juga mengingatkan bahwa semua masalah tersebut dapat diatasi apabila tingkat pengumpulan retribusi pedagang di Pasar Airmadidi yang jauh dari tingkat potensialnya, dilakukan perbaikan.


Yakni dengan solusi pembuatan kebijakan yang meliputi struktur insentif yang mendorong atau memfasilitasi usaha maksimalisasi pemungutan retribusi hingga mendekati nilai potensialnya. Dan tentu saja satu hal yang harus dilakukan adalah evaluasi retribusi tambahnya.(eda)














Menangkap ikan di Danau Tondano, Sulawesi Utara (Foto: S Mumbunan).

Baca juga

Salah kaprah "Ekonomi pasar sosial"?

Elite muda Jakarta bikin ikrar. Mereka mengibarkan ekonomi pasar sosial dan sosial-demokrasi. Adakah yang keliru dengan konsep kaum muda itu?

Membongkar korupsi di utara Minahasa

Bupati Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, menuntut warganya sendiri milyaran Rupiah. Mengapa anak-anak muda setempat melawan Bupatinya? Apa kaitannya dengan Kutai Kartanegara, di Kalimantan Timur?


Posting terbaru

.

Komentar