Kepada YTH.
Ketua KOMISI A DPRD SULUT
di Manado
PETISI dan Permintaan Klarifikasi tentang Rencana Hearing Komisi A DPRD Sulut tanggal 19 Februari 2008 Sehubungan dengan Penolakan Amdal PT MSM oleh Gubernur Sulawesi Utara.
Dengan hormat,
Merujuk:
1. Surat DPRD Sulut nomor: 160/DPRD/130 tanggal 10 Februari 2003 tentang Pemberitahuan, yang intinya antara lain merekomendasikan kepada Gubernur Sulut untuk TIDAK MENERBITKAN IZIN bagi PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN), fotocopy terlampir;
2. Surat Gubernur Sulawesi Utara nomor: 660/209/Sekr tanggal 2 Februari 2007 tentang Tanggapan Hasil Penilaian Dokumen Amdal PT MSM dan PT TTN yang intinya adalah Amdal PT MSM dan PT TTN Tidak dapat disetujui oleh Gubernur Sulut, fotocopy terlampir;
3. Surat DPRD Sulut nomor: 160/DPRD/84 tanggal 26 Maret 2007 tentang Dukungan DPRD terhadap Sikap Gubernur mengenai Penolakan dokumen Amdal PT MSM dan PT TTN, fotocopy terlampir;
4. Hasil hearing Komisi A,B,C dan D tanggal 9 Agustus 2007 dengan beberapa NGO yaitu Ammalta Sulut, Yayasan Suara Nurani, Walhi Sulut, Majelis Adat Minahasa, Perkumpulan Kelola, dan masyarakat yang bersengketa tanah dengan PT MSM (foto-foto terlampir); Adapun hasil hearing tersebut adalah mendukung sikap Gubernur Sulut dalam menolak Amdal PT MSM dan mempertanyakan sikap Dirjen Minerba Dep. ESDM, sdr Simon Sembiring yang menganalogikan pemerintah dan rakyat Sulut sebagai kambing-kambing;
Dengan ini kami memprotes, sekaligus meminta klarifikasi Komisi A tentang rencana hearing Komisi A DPRD Sulut atas penolakan Gubernur Sulut terhadap dokumen Amdal PT MSM dan PT TTN karena hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa surat DPRD nomor: 160/DPRD/130 tanggal 10 Februari 2003, diinisiasi oleh Komisi A;
2. Bahwa sikap Dewan Perwakilan Rakyat Sulut sebagaimana dimaksud surat DPRD Sulut nomor 160/DPRD/84 tanggal 26 Maret 2007, serta hasil hearing lintas komisi tanggal 9 Agustus 2007, adalah sikap resmi DPRD Sulut dimana Komisi A sudah termasuk didalamnya;
3. Bahwa menurut PP Nomor 27 tahun 1999 tentang Amdal, terdapat beberapa cacat hukum dalam dokumen amdal PT MSM dan PT TTN, antara lainnya bertentangan dengan ketentuan hukum yang dimaksud pasal 8 s/d pasal 12 PP Nomor 27 tahun 1999; Sehingga oleh karenanya, alasan-alasan yang diajukan oleh Advokat OC. Kaligis tentang Amdal PT MSM telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, patut diragukan dan dipertanyakan;
4. Bahwa rencana hearing Komisi A DPRD Sulut terhadap kasus ini, menurut kami adalah sikap inkonsistensi Komisi A DPRD Sulut sebagai lembaga politik yang seharusnya mempertahankan kehormatannya; Bahkan menurut beberapa kalangan, agenda hearing tersebut memiliki korelasi dengan analogi Sdr. Simon Sembiring tentang Pemerintah dan rakyat Sulut sebagai kambing-kambing;
Demikian penyampaian kami, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
David Katang (Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang (AMMALTA) Sulut, Jull Takaliuang (Yayasan Suara Nurani), Yahya Laode (Walhi Sulut), Decky Tiwow (Perkumpulan Kelola).
Tembusan:
1. Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta; 2. Gubernur Provinsi Sulawesi Utara di Manado; 3. DPP Partai Golkar di Jakarta; 4.DPP PDIP di Jakarta; 5. DPP PKB di Jakarta; 6. DPP PKS di Jakarta; 7. DPP PDS di Jakarta; 8. DPD Partai Golkar Sulut di Manado; 9. DPD PDIP Sulut di Manado; 10. DPD PKB Sulut di Manado; 11. DPD PKS Sulut di Manado; 12. DPD PDS Sulut di Manado
Catatan
Perusahaan MSM (Meares Soputan Mining Offshore Pty. Ltd) dan TTN (PT Tambang Tondano Nusajaya) adalah dua anak perusahaan Aurora dari Australia. MSM berencana melakukan eksploitasi tambang di kawasan seluas 8,9 ribu hektar di Bitung dan Minahasa Utara. Sementara TTN, seluas 30,2 ribu hektar di Minahasa Utara.
85 persen saham Aurora dijual kepada Archipelago Resources PLC (terdaftar di Inggris), bulan Februari 2002. Para pemegang saham Archipelago Resources antara lain Ocean Resources Capital Holdings (Australia), John Colin Loosemore, Michael Norman Arnett dan istri.
Sejak Agustus 2005, Archipelago Resources dikelola oleh Ambrian Partners Ltd London yang memperoleh dana untuk konstruksi tambang di Toka Tindung, Sulawesi Utara. Bulan Maret 2006, perusahaan ini memperolah pendanaan dari NM Rothschild & Sons (Australia). Perusahaan yang lazim dikenal dengan Rothschild.
Sumber: www.save-lembeh.info
4 komentar:
itu kebunnya siapa yg jadi tambang?
Kurang tahu kebun milik siapa yang jadi tambang. Yang pasti, bukan kebun saya.
Kebun saya mau ditanam milu deng rica jo :-)
Supaya, kalau harga cabe pedas meroket atau -apalagi- hilang dari pasar, saya masih bisa bikin dabu-dabu atau ikan rica-rica...hehehe
wah sip. memang berkebun itu harus punya strategi. ikan cakalang atau tude? :-)
btw, kenapa pem tdk fokus saja ke pengembangan pelabuhan Bitung. kalo saya lihat peta, itu bisa dijadikan shortcut pelayaran Aus-Jap tanpa via Singapore. juga, persinggahan kapal pesiar di daerah Pacific.
KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) sudah mencoba jalur BISING (Bitung Singapura), artinya tidak via Surabaya lagi. Kenapa Singapura? Karena pusat container ada di sana. Selain itu, (politik) trade ternyata harus ikut shipping line.
Bitung ada dalam skema (utang) JICA - Japan International Develepment Agency - menuju International Hub Port. Kalau tidak salah, sekarang sudah masuk tahap tiga. Ini sebenarnya adalah kekeliruan (induced demand atas utang, bukan benar-benar kebutuhan Bitung, Minahasa atau Indonesia Timur). Alternatif yang bisa dicapai dulu adalah financing Pihak Ketiga, dengan skema lain, misalnya dengan skema bagi hasil (seperti Build Operate Transfer) dan tidak melalui skema utang ala JICA, yang relatif lebih banyak ruginya.
Tetapi, tidak mudah memindahkan begitu saja antara rencana di bawah JICA dengan pengembangan international port. Ada usul, pelabuhan JICA itu tetap jadi semacam "national" port. Sementara pelabuhan yang baru akan dibangun nanti, jadi international hub-nya. Ini proses politik yang sangat rumit dan kompleks. Dan sepertinya Minahasa kalah. (Setidaknya terlihat dari tarik-menarik tempat untuk pembangunan pelabuhan baru itu). Ada juga ide membangun jembatan dari Bitung ke Lembeh. Di Lembeh dibangun international port plus free trade zone. Lalu pelabuhan Bitung dikelola ala Batam, ada satu otorita pelabuhan. Untuk bounded zone, sekarang sudah ada di kawasan produksi perikanan di Bitung.
Bitung punya banyak sekali keunggulan. (Pelabuhan laut, kedalaman laut alami, jalur ALKI ideal, dst). Tetapi, ini harus pula ditempatkan dalam konteks. Misalnya, kapasitas produksi di Sulawesi Utara, atau secara umum, kapasitas Indonesia Timur. Kesempatan dibukanya outlet di Darwin (Australia) tidak bisa dimanfaatkan, sebab kapasitas produksi - untuk skala itu - adanya di Jawa. Trade tetap mengarah ke Jawa (dengan pelabuhan raksasa di Banten). Anziehungskraft, kata orang Jerman, atau "magnet" kata orang melayu, memang adanya di sana. Di jawa. Ini sejarah panjang politik pembangunan Indonesia. Dan Bitung pernah belajar dari gagalnya skenario ala Jakarta-Lyod yang mencoba ekspor langsung. (Baca: kontainer terisi untuk ekspor ngga cukup).
Ada juga analisa tentang potensi Terusan Kra (kalau jadi dibuka), termasuk segitiga Sulu (Kalimatan, Filipina, Sulut).
Macam-macam.
Kembali ke rica-rica, kayaknya enak nih kalo ikang bakar :-)
Posting Komentar